Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Januari 2018

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya

Oleh Hairus Salim HS

Tak banyak yang mengetahui, dan dari yang mengetahui, tak banyak yang menyadari, organisasi Islam NU (Nahdlatul Ulama) didirikan di antaranya karena perkara yang berkaitan dengan diberangusnya apa yang sekarang disebut sebagai ‘pusaka budaya’ (cultural heritage). Tentu saja, tahun 1926, tahun berdirinya NU, konsepsi ini belum dikenal dan keprihatinan terhadap ‘pusaka budaya’ itu masih terbatas dalam bingkai keagamaan.

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya

Sekarang penting menyegarkan kembali ingatan ini karena, kemunculan gerakan-gerakan Islam garis keras di dalam dua dekade terakhir ini–sejak Taliban hingga ISIS—selalu diwarnai dan diiringi dengan aksi-aksi penghancuran bangunan-bangunan pusakabudaya, baik dari peninggalan peradaban Islam sendiri maupun luar Islam. Sebagai contoh terkenal adalahketika kelompok Taliban menguasai Afghanistan pada awal tahun 2000an, atas fatwa Mullah Mohamad Omar, mereka menghancurkan dua patung Budha Bamiyan, masing-masing tingginya 53 meter dan 38 meter, karena dianggap sebagai simbol paganisme. Akibat pandangan teologis yang sempit tersebut, pusaka dunia yang berusia 2000an tahun itu sirna, dan jejak sejarah peradaban masyarakat, dikubur begitu saja.

Baru-baru ini, tak lama setelah Presiden Irak mengumumkan keberhasilan menguasai kembali Mosul –kota kedua terbesar di Irak—dari penguasaan ISIS, ASOR CHI, lembaga yang perhatian pada masalah pusaka budaya, melaporkan pengrusakan dan kerusakan puluhan situs pusaka budaya. Pada 12 Juli 2017, mereka telah melaporkan 87 insiden pengrusakan pusaka agama termasuk masjid (47 insiden), gereja (26 insiden), tempat suci (10 insiden), dan pemakaman (4 insiden). Mereka juga mendokumentasikan 27 insiden pengrusakan situs arkeologi, termasuk 24 di Niniwe dan satu di Bashtapia, Qara Serai, dan Deir Mar Elia. Secara keseluruhan, ASOR CHI telah mencatat kerusakan 102 situs di Mosul.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sikap reaksioner ini ternyata tidak ditujukan kepada pusaka budaya di luar Islam saja. Di Libya, tak lama setelah jatuhnya rezim Moamar Khadafy dan suasana masih dalam transisi, kelompok-kelompok Salafi radikal menghancurkan makam tokoh sufi Abdullah al-Sha’ab dan makam sekitar 50 sufi di kompleks Masjid al-Sha’ab tersebut. Selain itu, di lain tempat, mereka juga meluluhlantakkan makam Abdel Salam al-Asmar di komplek Masjis al-Asmar. Menurut kabar, kelompok salafi ini juga sempat hendak menghancurkan makam-makam sufi lainnya di Mesir dan Mali. Mereka menganggap makam tersebut menjadi tempat pemujaan yang dilarang keras oleh Islam.

Bukan mustahil, beriring penyebaran kelompok ini, maka sejumlah pusaka budaya di Indonesia juga akan ada dalam ancaman. Karena itu, penting jika masalah pusaka budaya ini kembali dibicarakan. Kali ini bukan semata-mata sebagai masalah keagamaan, tapi juga masalah kebudayaan dan peradaban, dengan mempertimbangkan kedudukan NU, kelompok Islam terbesar di Nusantara, yang ajaran dan sejarahnya memiliki potensi dalam pemeliharaan pusaka budaya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Kilas Balik

Tahun Oktober 1924, Abdul Aziz Bin Sa’ud yang berorientasi dan didukung oleh ulama Wahabi merebut kawasan Hijaz dari tangan Syarif Husein, yang menguasai sejak runtuhnya Daulah Islamiyyah di bawah kekuasaan Turki Usmani tahun 1916. Segera sesudah itu, wilayah yang membawahi dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah, sesuai dengan paham Wahabi, dibersihkan dari unsur-unsur yang dianggap sebagai bid’ah (heretic) dan kemusyrikan. Makam-makam para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad, yang berusia berabad-abad, di dalam dan di sekitar kota Mekkah dihancurkan dan diratakan karena dianggap sebagai pusat kemusyrikan. Ibadah-ibadah keagamaan yang bersifat perayaan dan festival dilarang dipraktikkan.

Kebijakan politik dan budaya rezim Sa’udini mengundang reaksi dari para ulama di Nusantara. K.H. Wahab Chasbullah dan beberapa ulama lain,meminta agar utusan Hindia-Belanda dalam Kongres Mekkah Tahun 1926, yang digelar Ibnu Sa’ud untuk mendukung legitimasinya sebagai penguasa Mekkah, memintajaminan Ibnu Sa’ud untuk menghormati mazhab Syafi’i dan bersikap toleran terhadap praktek keagamaan tradisional, tarekat dan ziarah. Tetapi rupanya delegasi Hindia-Belanda yang dipilih dalam Kongres Umat Islam V (Februari 1926), yakni Cokroaminoto (SI) dan Mas Mansoer (Muhammadiyah) tidak memenuhi permintaan ini.

Karena itu, Kiai Wahab, juru bicara paling vokal dari kiai pesantren ini mendorong para ulama terkemuka dari Jawa Timur khususnya untuk membentuk delegasi sendiri. Terbentuklah ‘Komite Hijaz’, mengacu ke nama kawasan yang kemudian diubah menjadi ‘Saudi’. Untuk lebih memperkuat tekanan, komite ini kemudian mengubah diri menjadi sebuah organisasi bernama ‘Nahdlatoel Oelama’ (Kebangkitan Para Ulama). Delegasi ini kemudian berangkat sendiri ke Mekkah untuk menemui Ibnu Sa’ud. Peristiwa pembentukan Komite Hijaz itu berlangsung pada 31 Januari 1926, yang kini menjadi acuan hari lahir NU.

Dalam opininya “The Destruction of Mecca” di New York Times tahun 2014 lalu, Ziauddin Sardar, cendikiawan Pakistan, redaktur Critical Muslim dan penulis buku “Mecca: The Sacred City”mengeluhkan orientasi pembangunan fasilitas-fasilitas untuk jamaah haji di Mekkah yang beringas padapusaka budaya dan lapar dahaga pada keuntungan semata. Sebagai contoh, menara jam raksasa (Makkah Clock Royal Tower)dengan tinggi 601 meter yang selesai dibangun pada 2012, menurut Sardar, didirikan di atas sekitar 400 situs makam yang memiliki nilai budaya dan sejarah, termasuk beberapa bangunan tua yang berusia berabad-abad. Benteng Ajyad, yang dibangun sekitar tahun 1780, untuk melindungi Mekkah dari serangan bandit dan penjarah kini jadi komplek gedung pencakar langit. Sedangkan rumah Siti Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad, telah berubah menjadi toilet dan di atas rumah Abu Bakar, sahabat terdekat nabi dan khalifah pertama, berdiri Hotel Hilton.

Kecenderungan ini, menurut Sardar, berlangsung sejak pertengahan tahun 1970an. Namun jelas titik mangsa yang ditetapkannya itu meleset, dan sejauh kasus dan motif budaya-keagamaan pendirian NU menunjukkan, kecenderungan itu telah berlangsung sejak awal kehadiran rezim Sa’ud dan terus berlangsung hingga kini.

Dengan demikian, pemberangusan terhadap pusaka budaya di dunia Islam berlangsung dalam dua bentuk: pertama, yang ‘resmi’, atas nama pembangunan seperti yang dipraktikkan pemerintah Saudi, dan mungkin banyak pemerintahan di dunia Islam lainnya, hanya tidak terpantau dunia internasional. Kedua, yang ‘ganas’ seperti dijalankan oleh kelompok-kelompok seperti ISIS, atas nama pemberantasan bid’ah dan kemusyrikan. Namun keduanya sama dalam semangat maupun akibatnya, kebencian dan kehancuran pusaka-pusaka budaya.



NU dan Pusaka Budaya


Dengan latar belakang itu, tentu tak perlu dipertanyakan lagi bagaimana perhatian NU pada pusaka budaya. Jelas sekali, berseberangan dengan kalangan Muslim yang berorientasi Wahabi, NU sebagai varian lain dari Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja)merupakan pendukung utama pemeliharaan pusaka budaya ini. Bahkan hal ini bisa dikatakan merupakan bagian inheren dari ajarannya.

Pusaka budaya di sini tentu bukan hanya merujuk pada yang fisik dan berwujud tersebut (tangible heritage), tapi juga pada nilai, ajaran dan pandangan (intangible heritage). UNESCO mengartikan cultural heritage sebagai: artefak-artefak fisik dan atribut tak berwujud dari kelompok atau masyarakat yang diwarisi dari generasi masa lalu, dipertahankan pada masa sekarang dan didedikasikan untuk kepentingan generasi masa depan.

Sudah umum diketahui bagaimana pengalaman kesejarahan dan pengetahuan sosial-keagamaan yang dibentuk sejak awal Islam, seperti tertera kemudian dalam khazanah ‘kitab-kitab kuning’ dari manca negara maupun Nusantara, hingga kini merupakan pusaka budaya yang terus dipelajari, diolah, dan pada saat yang sama akan selalu diperkaya untuk menjadi acuan oleh kalangan warga NU. Kekayaan pusaka budaya bisa menjadi modal sosial bagi perencanaan sosial di masa depan. Di dalam visi yang menghormat pada pusaka masa lalu, terdapat misi untuk membangun masa depan. Kedewasaan pandangan dalam melihatpermasalahan masa kini dan sekaligus pada masa depan pada hakikatnya dipandu oleh kearifan pengetahuan pada masa lalu.

Bisa dikatakan bahwa NU –bersama organisasi-organisasi sehaluannya seperti Nahdlatul Watan (NW) di NTB, Al-Wasliyah dan Perti di Sumatera, Al-Khairat di Palu atau DDI (Darud Dakwah wal Islam) di Sulawesi, untuk menyebut beberapa adalah benteng utama pemelihara dan pelestari pusaka-pusaka budaya. Tidak aneh, kalau mereka disebut sebagai organisasi ‘islam tradisi’, karena begitu besar penghormatan pada tradisi. Di dalam penghormatan pada tradisi itulah, terbangun sikap kosmopolitan, yang sama sekali lain dari dan bukan sikap ‘tradisional’, seperti yang selama ini secara pejoratif dilekatkan pada mereka.

Setidaknya ada tiga ajaran di dalam lingkungan pesantren dan NU ini yang memiliki dampak tidak langsung pada pemeliharaan pusaka budaya. Artinya, ajaran itu sendiri dihadirkan bukan untuk tujuan pemeliharaan pusaka budaya, tetapi dampak dan pengaruhnya secara tidak langsung membawa pada pemeliharaan dan pelestarian pusaka budaya.

Pertama, adanya ajaran ‘sunnah’-nya ziarah kubur. Berbeda dengan kalangan Islam puritan, NU sudah terkenal meyakini pentingnya secara spiritual melakukan ziarah kubur, baik ke makam orang tua, saudara, dan tak terkecuali para ulama dan pemimpin. Selain dimaksudkan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, ziarah diyakini akan melemaskan dan mencairkan hati, karena ziarah akan mengingatkan orang pada kematian, pada keterbatasan, pada kesadaran bahwa akhirnya orang akan meninggalkan dunia yang fana ini juga.

Ajaran ini bertemu dengan keyakinan pada ‘karomahwali’, seorang yang dianggap suci, yang berkah kesuciannya terus mengalir dan memancar. Penghormatan kepada para orang suci ini diwujudkan di antaranya dengan menziarahi makamnya. Tak usah disangsikan lagi bertahan dan lestarinya makam-makam para wali baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan lain-lain disebabkan karena adanya ajaran keyakinan pada orang suci dan tradisi ziarah kubur ini. Situs-situs ziarah ini menjadi ‘living heritage’ yang diwarisi dari generasi ke generasi. Hampir tak perlu lagi ada semacam ceramah pentingnya menjaga ‘pusaka budaya’ karena situs-situs ini dijaga dan dipelihara oleh ajaran yang telah melekat dan membentuk pandangan kosmologi mereka.

Kepercayaan ini sendiri berjumpa dengan tradisi-tradisi lokal pada penghormatan terhadap leluhur di berbagai suku di Nusantara. Di Jawa misalnya, kebiasaan ziarah ke makam leluhur ini membentuk tradisi ‘nyekar’ dan ‘nyadran’ dengan berbagai perniknya. Nilai tradisi ini jadi berlipat ganda, karena bukan saja di sana ada yang disebut sebagai ‘pusaka budaya benda,’ tapi juga mencakup di dalamnya ‘pusaka budaya tak benda.’ Tak aneh, kalau kita membuka Ensiklopedi NU (2013), kita akan berjumpa dengan lema ‘ziarah kubur’ dan ‘Nyekar’/‘Nyadran’ ini. Keduanya dianggap sebagai bagian dari tradisi penting di dalam NU.

Pemeliharaan terhadap makam-makam ini akan selalu diiringi dengan pemeliharaan terhadap masjid atau musala yang biasanya ada di sebelah kompleks makam tersebut. Makam dan masjid, atau masjid dan makam, umumnya berada dalam satu kesatuan kompleks bangunan yang tak terpisahkan. Makam Sunan Kudus menyatu dengan masjid Sunan Kudus yang terkenal tersebut, untuk menyebut satu contoh saja.

Barangkali yang penting disadari juga adalah kelenturan arti ‘makam’ itu sendiri. Makam pada kenyataannya tidak selalu merujuk pada ada sosok ‘tokoh’ yang bersemayam di dalamnya. ‘Makam’ bisa juga bermakna suatu benda atau artefaks yang pernah digunakan dan ditinggalkan sang tokoh suci tersebut. Makam Syekh Yusuf di Makassar misalnya menurut beberapa pendapat hanyalah sorbannya saja, karena makamnya yang sebenarnya ada di Cafe Town, Afrika Selatan. Kalau kita berziarah ke kompleks Makam Sunan Ampel, maka kita akan menjumpai di sana sebuah situs bertuliskan ‘Makam Sunan Kalijaga’. Diyakini bahwa itu adalah bekas petilasan Sunan Kalijaga, dan bukan makam Sunan Kalijaga dalam pengertian jasadnya. Di perbatasan antara Tuban dan Rembang ada kampung bernama Bonang, karena di situ diyakini ada ‘makam Sunan Bonang’ yang terus diziarahi. Tapi yang dimaksud adalah petilasan Sunan Bonang. Mungkin tak aneh dengan konsepsi ini, kadang ada lima makam seorang tokoh, seperti makam Syekh Yusuf yang ada di Banten, Sumenep, Srilangka, Afrika Selatan dan Makassar sendiri.

Kedua, ajaran mengenai wakaf.Wakaf adalah bentuk derma di dalam tradisi Islam, entah berupa tanah untuk masjid, pemakaman, sekolah, perkebunan dan lain-lain, atau bangunan yang berdiri di atas sebuah tanah, yang digunakan untuk kepentingan publik. Masjid, pemakaman, sekolah, panti asuhan, bendungan, taman dan lain-lain banyak berasal dari wakaf masyarakat, baik individual maupun bersama-sama. Wakaf adalah tradisi yang tua, yang mengiringi perkembangan peradaban Islam.

Diyakini bahwa orang yang memberikan wakaf akan beroleh ganjalan pahala yang besar yang terus mengalir sepanjang wanah dan bangunan wakaf tersebut terus digunakan. Masalah fiqih keagamaan muncul berkaitan dengan pendapat bagaimana kalau bangunan wakaf tersebut –entah berupa masjid, sekolah, gedung pertemuan, dan lain-lain—sudah tidak fungsional atau hancur digantikan dengan yang baru? Sebagian ulama berpendapat bahwa ganjaran pahala wakaf tersebut sudah tidak mengalir lagi. Dalam hal inilah, untuk menghormati jasa para penderma wakaf tersebut, tidak mudah dan gampang bagi sejumlah kalangan untuk menghancurkan bangunan yang berasal dari wakaf dan menggantinya dengan yang baru. Kalaupun perombakan akhirnya harus dilakukan karena alasan fungsi, misal karena perlu perluasan atau karena sudah tidak fungsional lagi, maka biasanya akan selalu ada bagian yang disisakan.

Hipotesis saya alasan seperti inilah di antaranya yang melatarbelakangi mengapa misal masjid peninggalan Kiai Wahab Chasbullah yang berdiri persis di depan ramah beliau masih tegak hingga kini. Demikian juga dengan sejumlah masjid lama di beberapa pesantren seperti di Pesantren Buntet, Cirebon.

Kasus yang menarik mungkin di Pesantren Tebuireng, Jombang. Jika Anda berkunjung ke pesantren ini dan mampir ke masjidnya, mungkin Anda akan heran karena di dalamnya ada musala kecil. Musala kecil itu adalah peninggalan Kiai Hasyim Asy’ari, yang dibangun beriringan dengan pendirian pesantren legendaris ini. Musala itu tidak dihancurkan ketika terjadi perluasan masjid dan dibiarkan utuh, mungkin di antaranya karena alasan wakaf ini sekaligus tentu saja sebagai takzim kepada Hadratussyaikh Hasyim As’ayri. Pola-pola seperti bisa kita saksikan di banyak tempat, misal dengan menyisakan mimbar atau pintu gerbangnya. Paling terkenal tentu Masjid Menara Kudus, yang menyisakan beberapa pintu gerbang lamanya.

Ketiga, ajaran tasawuf. Tak bisa disangsikan lagi tasawuf sebagai ajaran Islam memiliki pengaruh yang luas dan mendalam. Sebagai suatu ajaran esoteris, ia lebih perhatian pada isi daripada bungkus. Dengan pemahaman ini, ia bisa bertemu dan menerima kehadiran yang lain.

“Jiwaku terbuka bagi setiap bentuk, ia bagaikan padang rumput bagi kijang-kijang, sebuah biara bagi rahib-rahib Kristen, kuil bagi berhala-berhala, Ka’bah bagi orang yang menunaikan ibadah haji, meja bagi Taurat dan Quran. Aku menganut Agama Cinta. Kemana pun arah yang dituju oleh kafilah-Nya agama Cinta adalah agamaku dan keyakinanku,” demikian syair sufi Muhyiddin ibn Arabi, yang meringkas dengan baik bagaimana ajaran tasawuf tersebut.

Di kalangan pesantren dan NU, tasawuf menduduki tempat yang tinggi. Para guru sufi mendapat tempat yang terhormat dan memiliki pengaruh keagamaan yang besar melalui kelompok-kelompok tarekat. Sudah barang tentu tasawuf ini –baik tasawuf akhlaki maupun falsafi-- membentuk pandangandunia mereka, termasuk pada apa yang disebut sebagai bangunan ‘warisan budaya.’

Dikaitkan dengan ‘bangunan’, maka ia adaptif dan bisa menerima bentuk apapun. Yang penting baginya isi dan substansinya menuju dan menghormat pada yang ilahiyah. Dengan pandangan ini, maka bentuk-bentuk yang secara arsitektural bukan bagian dari tradisi Islam, bisa diterima dan dibiarkan tumbuh sebagaimana adanya. Barangkali karena pemahaman sufistik ini, maka pemakaman-pemakaman seperti Sendang Dhuwur di Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Pemakaman Sunan Bayat di Klaten, dan berbagai makam wali dengan pola ruang dan arsitektural Hindu, masih lestari hingga kini.

Kritik

Apakah ajaran ini dengan sendirinya mendukung pelestarian pusaka budaya tersebut? Jawabnya ya, sejauh secara fisik bangunan makam-makam dan masjid-masjid para ulama dan wali yang usianya ratusan tahun itu masih berdiri dengan tegak.

Tetapi jika kita telusuri lebih lanjut, mungkin jawabnya tidak seluruhnya ‘ya’. Makam-makam dan masjid-masjid tua itu memang masih ada dan masih diziarahi ribuan orang. Kendati demikian, karena hanya menekankan fungsi dan terbatasnya perhatian pada nilai ekstrinsiknya, maka banyak dari makam-makam itu tidak memiliki nilai pusaka budaya secara ekstrinsik. Sebagian besar bangunan pusaka budaya itu telah dipugar dan pemugaran ini ‘terkesan’ banyak mengabaikan prinsip-prinsip pelestarian. Jika kita datang berziarah ke makam Sunan Kalijaga (Kadilangu Jawa Tengah), Syekh Burhanuddin Ulakan (Pariaman, Sumbar), atau Syekh Arsyad Banjar (Martapura, Kalsel), untuk menyebut beberapa contoh, kita memang sedang berada di sebuah makam tokoh yang hidup ratusan tahun lalu dan ajarannya masih diikuti hingga kini. Kendati demikian, secara fisik kita berada di dalam bangunan yang baru berdiri 10-20 tahun lalu, karena misalnya menyoloknya keramik-keramik model baru sebagai bagian dari pemugaran tersebut. Atau berubahnya unsur bangunan masa lalu dan menghilangnya jejak sang tokoh di dalamnya.

Pemeliharaan pusaka budaya memiliki prinsip dasar dan umum, yaitu sebisa mungkin mempertahankan bentuk dan bahan awalnya. Penggantian dengan alasan bentuk dan bahan sudah ketinggalan zaman, karena itu dicari bentuk dan model yang baru, bertentangan dengan prinsip ini.

Cukup jelas, secara teologis, ajaran Aswaja pesantren dan NU mendorong dan menyokong pemeliharaan dan pelestarian pusaka budaya. Tentu saja nilai yang sangat berharga ini akan lebih lengkap jika disertai kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya juga menjaga dan memelihara secara fisik bangunan pusaka budaya tersebut.

Sebagai catatan akhir, tulisan ini lebih melihat Islam –yang diwakili oleh NU di sini—dan hubungannya dengan pusaka budaya dari lingkaran Islam sendiri. Lalu bagaimana dengan pusaka budaya dari tradisi-tradisi agama lain? Kita akan bahas hal ini dalam tulisan yang lain.

Penulis adalah peneliti di LIKE-Indonesia (Lumbung Informasi Kebudayaan-Indonesia), Yogyakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Berita, Fragmen Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Selasa, 16 Januari 2018

‘Syarat Tambahan’ dan Status Hukumnya dalam Fiqih Transaksi

Lagi-lagi dalam kesempatan tulisan kali ini, pengaji menunda pembahasan terkait dengan akad tawarruq dalam dunia perbankan syari’ah. Sebenarnya bukan maksud pengkaji untuk menghilangkan kesempatan mengkaji bab tersebut, akan tetapi ada beberapa dasar yang harus dipahami terlebih dahulu oleh pembaca agar permasalahan tawarruq dalam bank syari’ah bisa diterima oleh semua pihak. Kali ini, pengkaji menghadirkan sub tema syarat tambahan dalam kasus fiqih transaksi.

(Baca: Mengenal Akad Tawarruq dalam Hukum Islam, Halal atau Haram?)

‘Syarat Tambahan’ dan Status Hukumnya dalam Fiqih Transaksi (Sumber Gambar : Nu Online)
‘Syarat Tambahan’ dan Status Hukumnya dalam Fiqih Transaksi (Sumber Gambar : Nu Online)

‘Syarat Tambahan’ dan Status Hukumnya dalam Fiqih Transaksi

(Baca: Mengenal Konsep ‘Hilah’, Menyiasati Hukum Fiqih)Untuk memahami tema tersebut, berikut saya hadirkan sebuah ilustrasi permasalahan. 

Ada sebuah kasus, seorang penjual mengumumkan bahwa suatu barang yang dibeli bisa dipesan dan diantarkan ke rumah pembeli. Dalam kasus yang lain, sebuah produsen komputer mengumumkan bahwa setiap pembelian komputer baru kepada perusahaannya, akan ada jaminan garansi selama 2 tahun. 

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Tanggapan dari seorang konsumen terhadap pengumuman itu adalah, bahwa jasa mengantarkan barang yang dibeli oleh konsumen ke rumah adalah merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penjual. Dan bila si penjual tidak memenuhi syarat tersebut, pihak pembeli berhak untuk melakukan claimed atas layanan yang diberikan oleh seller serta membatalkan akad /transaksi. 

Tanggapan konsumen terkait garansi, bahwa bila dalam jangka waktu 2 tahun terdapat kerusakan dalam komputer yang dibelinya, maka pihak produsen harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

Syarat sebagaimana dimaksud di atas, penulis sebut dalam kesempatan tulisan kali ini sebagai additional transaction (syarat tambahan). Syarat tambahan ini biasanya diberikan dengan maksud “memberi manfaat lebih” kepada salah satu pihak seller-buyer. Dan dalam lingkungan perdagangan biasanya dikenal dengan istilah “memanjakan konsumen”.

Yang menjadi objek permasalahan adalah, syarat tambahan yang diberikan produsen tersebut termasuk kategori akad apa dalam syariat? Bolehkah seorang konsumen membatalkan suatu akad bilamana produsen ternyata tidak bisa memenuhi syarat tambahan/janji kemudahan yang ditawarkan? Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, terlebih dahulu mari kita ulas soal akad dan syarat dalam fiqih transaksi. 

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sebagaimana diketahui bahwa, Allah SWT telah berfirman di dalam QS al-Maidah: 1 yang berbunyi:

? ? ? ? ? ?

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akadmu.”

Nabi Muhammad SAW juga bersabda, bahwa: ? ? ?, orang Islam itu harus senantiasa memperhatikan syaratnya (janjinya). Dalam kitab Fathul Bari, Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh ‘Amru bin ‘Auf dengan tambahan lafadh: ? ? ? ? ? ? ? , yang artinya, kecuali syarat mengharamkan perkara halal atau menghalalkan perkara haram”. Walhasil, seorang muslim wajib hukumnya memperhatikan syarat /janji yang telah ia utarakan.

Apakah “Syarat Tambahan” Bisa Mengubah Status Hukum Akad?

Terkait dengan persoalan apakah syarat tambahan bisa mengubah status hukum akad, maka para ulama empat madzhab berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Misalnya menurut pandangan ulama Madzhab hanbali. 

Menurut kalangan madzhab Hanbali, syarat tambahan sebagaimana yang dimaksud dalam contoh di atas, dengan maksud mengistimewakan kepada konsumen/pelanggan, adalah diperbolehkan oleh syariat secara mutlak. Ulama Hanabilah hanya memberi catatan saja yakni kecuali “jika syarat tambahan tersebut bertentangan dengan kaidah syar’iyah.”

Lebih lanjut, mereka memberikan ilustrasi, misalnya bila suatu pernikahan, ada seorang calon mempelai perempuan memberi syarat dalam akad nikah kepada calon suaminya bahwa jika telah sah menjadi suami isteri, si suami tidak boleh memaksa kepada si istri untuk tinggal di luar kampung kelahirannya, maka syarat semacam ini adalah dipandang sah. Atau misalnya contoh lain, adalah sah bagi calon mempelai perempuan memberi syarat kepada calon suami bahwa ia mau menikah dengan laki-laki tersebut, dengan catatan ia tidak boleh menikah lagi dengan wanita lain. 

Dalam kasus sebagaimana contoh ini, maka ulama Hanabilah menetapkan bahwa jika ternyata di kemudian hari didapati suami perempuan tersebut memaksa ia untuk tinggal di luar tanah kelahirannya, atau si suami melakukan nikah lagi tanpa persetujuan dari istrinya, maka si isteri berhak untuk membatalkan/memfasakh nikah. Ini merupakan konsekuensi logis dari pendapatnya ulama Hanabilah dalam memandang syarat tambahan. 

Keyakinan mereka ini didasarkan pada Dalil yang dipergunakan oleh kalangan Hanabilah ini adalah QS al-Maidah: 1 yang mana didalam ayat tersebut ada bentuk amar yang menunjukkan makna wajib menepati akad. Ayat ini ditangkap mereka sebagai dalil kemutlakan syarat bisa mengubah status akad.

Adapun pandangan kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah, terkait dengan status syarat tambahan bisa mengubah status akad atau tidak, maka para ulama dari ketiga madzhab ini memiliki cara pandang yang berbeda dari kalangan Hanabilah. Ketiga madzhab ini sama memiliki konsepsi yang sama dalam memandang syarat. Umumnya, dalam memandang akad, mereka membagi syarat dalam akad menjadi tiga, yaitu: ada (1) syarat sah, ada (2) syarat-syarat tidak sah dan ada (3) syarat-syarat batal.

Seperti misalnya menurut Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu : 5/3317, beliau menyatakan: 

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Yang dimaksud syarat sah adalah perkara yang diharuskan realisasinya sehingga akad dipandang sah secara syara’, dan bila tidak terealisasi maka batal suatu akad.

Kurang lebih maksud dari pernyataan Syekh Wahbah Al-Zuhaily ini adalah sebagai berikut:

Pertama, syarat sah, merupakan syarat yang bisa memperkuat akibat (sangsi hukum) dalam syariat. Sebuah contoh misalnya penjual tidak akan menyerahkan barang sampai si pembeli membayar harganya. Maka, dalam hal ini membayarnya pembeli merupakan sangsi hukum yang harus terjadi agar akad jual beli bisa berlangsung.

Kedua, syarat sah merupakan syarat yang secara eksplisit diakui oleh syariat. Misalnya, hak menentukan diteruskannya akad atau tidak (khiyar) yang ditetapkan oleh produsen kepada konsumen selama tiga hari. Maka dalam waktu tiga hari tersebut, pihak konsumen boleh memutuskan pembatalan akad atau melanjutkan akadnya, karena dalam syariat telah ditetapkan bolehnya untuk melakukan khiyar al-syarthi dan khiyar al-ru’yah (inspeksi barang). 

Ketiga, setiap syarat, “mutlak harus adanya hubungan dengan akad.” Misalnya, saya akan antarkan barang yang kamu beli ke rumahmu, dengan catatan jika kamu membelinya melebihi nominal sekian-sekian. Syarat seperti ini diperbolehkan oleh syariat. Sementara itu syarat, sepertimisalnya: Saya akan jual rumah ini kepadamu, asalkan kamu mau menikahi anakku. Untuk syarat yang terakhir tidak dibenarkan dalam syariat karena tidak ada hubungannya dengan akad atau bahkan memperkuat akad.

Keempat, terkadang suatu syarat boleh ditetapkan berdasarkan ‘adat mutharid, atau adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Misalnya, pihak produsen menetapkan garansi selama 1 tahun untuk pembelian jenis alat elektronik. Garansi seperti ini diperbolehkan, karena umumnya jual beli barang elektronik di pasaran adalah disertai dengan garansi. Kalangan madzhab Hanafi, secara tegas malah menyebutkan kebolehannya. 

Dengan memahami rincian syarat sah di atas, maka suatu syarat bisa dipandang menjadi tidak sah bilamana syarat tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan transaksi. 

2. Tidak ada hubungannya sama sekali antara syarat dan akad transaksi

3. Tidak dibenarkan oleh syariat

4. Tidak diperbolehkan oleh adat mutharid atau adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat

5. Memberikan keuntungan yang tidak semestinya kepada salah satu pihak

Bila suatu syarat tambahan dipandang tidak sah, maka seluruh akibat hukum terkait dengan transaksi menjadi tidak sah pula, namun keberadaannya tidak mampu mengubah status akad menjadi batal. Dengan demikian, perlu adanya syarat bisanya melakukan pembatalan akad. Bilamanakah suatu syarat bisa membuat batalnya akad transaksi? 

Syarat batalnya suatu transaksi adalah ditentukan apabila dalam syarat tersebut terdapat hal yang secara langsung menyalahi hukum syariat. Ketentuan ini berangkat dari kaidah:

? ? ? ? ? ?

Semua syarat yang menyalahi prinsip-prinsip dasar syariat adalah batal

Berangkat dari kaidah ini, maka status pemberian garansi dan mengantarkan suatu dagangan oleh seorang pedagang ke rumah konsumennya, adalah bukan termasuk kategori yang menentang syariat. Persoalannya kemudian, apakah syarat/fasilitas tambahan yang diberikan oleh pedagang kepada konsumennya tersebut termasuk yang “diperbolehkan” oleh syara’ atau tidak? 

Sebuah syarat/fasilitas tambahan adalah boleh hukumnya diberikan oleh seorang pedagang kepada konsumennya, sebagaimana kaidah:

? ? ? ? ?

“Prinsip dasar dalam penetapan akad dan syarat adalah dibolehkan.”

Apabila syarat tersebut merupakan ketetapan yang diutarakan oleh salah satu pihak dalam proses transaksinya, atau memang sudah diumumkan secara pribadi oleh pedagang, maka berlaku kaidah:

? ? ? ? ? ? ? ? ?

“Prinsip dasar dalam ketetapan akad adalah saling ridlanya dua orang yang bertransaksi dan sangsi hukum yang keduanya tetapkan selama bertransaksi”

Berangkat dari dua kaidah ini, maka status hukum memberi syarat/fasilitas tambahan hukumnya adalah boleh dengan catatan adanya saling ridla di antara kedua pihak, atau bahkan oleh salah satu pihak yang bertransaksi (penjual). 

Permasalahan selanjutnya, wajibkah pedagang atau produsen memenuhi syarat tambahan (janji) sebagaimana ia umumkan sendiri? Jawab dari permasalahan ini, adalah bahwa menjaga syarat (janji) harus diupayakan sebisa mungkin oleh pihak pedagang/produsen kepada konsumennya. Sebagaimana kaidah:

? ? ? ? ?

Wajib hukumnya memperhatikan syarat, sebisa mungkin/sekuat daya

Kewajiban ini tentunya berlaku bagi yang mengucapkan syarat (pedagang dan produsen) dengan catatan bilamana kriteria mutlak dipenuhinya janji dipenuhi oleh pembeli.

? ? ? ? ? ? ?

“Segala perkara yang berkaitan dengan syarat maka wajib berlakunya ketika terpenuhinya kriteria syarat tersebut”

Syarat yang digantungkan dengan sejumlah kriteria ini dikenal dalam istilah perdagangan sebagai “kriteria gantung”. Sahnya “kriteria gantung” ini selain bila tidak menyelisihi syara’, adalah juga bila kriteria tersebut bukan merupakan sesuatu yang mustahil. Bila ternyata hal tersebut merupakan sesuatu yang mustahil terjadi, maka sebuah akad bisa dihukumi batal. Namun, bila tidak mustahil, maka sebuah syarat wajib ditepati, dan bila tidak ditepati, tetap tidak bisa mengubah sebuah akad yang telah berlaku. Hanya saja akadnya menjadi akad yang fasid (akad rusak), karena syarat sah akad terpenuhi, namun syarat pembatalan dengan adanya kemustahilan tidak terpenuhi. 

Dengan demikian, bila dalam jual beli komputer sebagaimana kasus di awal-awal pembahasan, ternyata ada sebuah kerusakan total komputer akibat jatuh misalnya, maka hukumnya masih dibenarkan bila pihak produsen tidak menepati syarat garansinya. Karena faktor kerusakan karena jatuh, sehingga berujung pecahnya komputer yang tidak memungkinkan untuk diperbaiki, dan melainkan harus diganti, merupakan bagian dari kemustahilan berlakunya “kriteria gantung” garansi tersebut. 

Demikian juga, bagi pedagang, meskipun sudah menetapkan kriteria gantung bahwa ia akan mengantarkan suatu barang kepada konsumennya dengan syarat bila konsumen membeli barang tersebut dengan nominal tertentu, namun karena ia berlokasi yang cukup jauh dari pedagang, maka si pedagang tidak wajib memenuhi apa yang sudah dijanjikannya kepada konsumen. Suatu misal, Penjual berlokasi di Surabaya, sementara pembeli berlokasi di Jakarta. Padahal barang yang ia beli berupa beras 1 kuintal. Bagaimana menurut pandangan anda bila anda sebagai pedagangnya?

Wallahu a’lam





Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, Jawa Timur

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Berita, Sejarah, AlaSantri Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Minggu, 14 Januari 2018

Taqarub Tidak Mesti Hari Tertentu

Jakarta, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Taqarub, aktivitas mendekatkan diri kepada Allah tidak perlu menunggu hari-hari tertentu seperti hari besar Islam. Taqarub kepada Allah merupakan kewajiban umat Islam yang mesti dilakukan setiap waktu dan di mana pun.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) Wildatus Sururoh, mengatakan perihal itu kepada Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat per telepon, Jumat (7/6) petang.

Taqarub Tidak Mesti Hari Tertentu (Sumber Gambar : Nu Online)
Taqarub Tidak Mesti Hari Tertentu (Sumber Gambar : Nu Online)

Taqarub Tidak Mesti Hari Tertentu

“Mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan tanpa harus menunggu hari peringatan Islam. Karena, ketergantungan terhadap hari-hari itu hanya akan membatasi aktivitas taqarub,” tambah Wildatus Sururoh.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Taqarrub, lanjut Wildatus Sururoh, dapat dilakukan dengan aneka bentuk amal ibadah. Ia tidak mengambil bentuk-bentuk ibadah wajib. Ibadah sunah justru memberikan kesempatan lebih besar umat Islam untuk taqarub.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Wildatus Sururoh menunjuk sejumlah ibadah sunah yang kerap diamalkan masyarakat di Indonesia. Beberapa di antaranya ialah ziarah kubur, pengkhataman Alquran, zikir, sembahyang sunah, sedekah, meringankan beban orang lain, atau sekurangnya berempati atas musibah atau kesulitan yang dialami sesama manusia.

Pemahaman seperti ini menjadi penting untuk diperhatikan, tertutama oleh para pelajar. Dengan begitu, siapa saja akan mengisi setiap waktunya sebagai momentum pendekatan diri kepada-Nya, pungkas Wildatus Sururoh.

Penulis: Alhafiz Kurniawan

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Humor Islam, Berita, Pondok Pesantren Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Untuk Lolos ke Final, Persaingan Antarkesebelasan di Jatim Makin Dinamis

Kediri, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat - Babak semifinal Liga Santri Nusantara (LSN) Region Jatim II di Stadion Brawijaya Kota Kediri (29/8) dipastikan berlangsung ketat. Selain mewakili pesantren masing-masing, peserta kompetisi ini juga sekaligus mewakili nama daerah. Sehingga empat kesebelasan yang? akan bertanding mempertaruhkan gengsinya masing-masing.

Mereka yang melenggang? ke semifinal ini sudah presentasi daerah. Misalnya Pesantren An-Nur 3, Turen, Malang, Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang, Darut Taibin Tulungagung, dan Quen Al-Falah, Ploso Mojo Kabupaten Kediri. Dengan begitu mereka akan tampil lebih ngotot dibanding pada babak sebelumnya.

Untuk Lolos ke Final, Persaingan Antarkesebelasan di Jatim Makin Dinamis (Sumber Gambar : Nu Online)
Untuk Lolos ke Final, Persaingan Antarkesebelasan di Jatim Makin Dinamis (Sumber Gambar : Nu Online)

Untuk Lolos ke Final, Persaingan Antarkesebelasan di Jatim Makin Dinamis

“Target awal masuk final. Setelah itu, bila menang bisa lolos melenggang ke Jakarta. Untuk mengikuti kompetisi nasional bersama pemenang dari region lain di Jatim,” ungkap Gus Iing salah satu Panitia Pelaksana LSN Region Jatim II di Kediri.

Karena menjaga gengsi pesantren dan daerah itulah, bisa dibilang setiap tim nantinya bersaing? ketat. “Dari babak? penyisihan saja sampean lihat tingkat persaingannya. Antartim sudah tinggi. Namun tetap menjaga jujur dan sportif,” ungkapnya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sementara itu kesebelan Pesantren Darut Taibin (DaTa) Tulungagung sudah siap bertanding? di semifinal. Jeda sehari dimanfaatkan Agus pelatihnya untuk mempersiapkan kerangka dan teknik agar bisa tampil bagus di arena pertandingan. “Tentunya empat tim yang bisa lolos ke semifinal ini semua tim yang lumayan. Semua tidak bisa diremehkan,” ujar Agus, pelatih Darut Taibin Tulungagung.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Jeda sehari selain dimanfaatkan untuk berlatih strategi bagaimana bisa lolos ke babak final. “ Anak-anak hanya latihan ringan. Cuma strategi serangan dan pertahanan kita pertajam,” tandasnya.

Hal yang sama disampaikan oleh pemain Quen Al-Falah Polosa Mojo Kediri. Untuk persiapan tanding dalam babak semifinal beberapa strategi telah dipersiapakan.

“Teknik sudah diberikan. Cuma stamina anak-anak? yang harus dijaga. Mengingat kami hanya jeda sehari. Setelah bertarung ketat sama tim Mahir Ar-Riyadh? Ringinagung,” ungkap Ahmad salah satu pemain Quin Al-Falah. (Imam Kusnin Ahmad/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Tokoh, Internasional, Berita Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sabtu, 06 Januari 2018

Resah atas Terorisme di Asia, Alumni Pesantren Ngalah Dukung PBNU Jaga NKRI

Jakarta, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat - Sebanyak tujuh anggota Ikatan Alumni Alumni Pondok Pesantren Ngalah (IKSAN) Jabodetabek mengunjungi Pengurus Besar Nahdlatu Ulama (PBNU), Jakarta, Senin (19/6) sore. Mereka menyampaikan kegelisahannya atas gerakan teror di Asia Tenggara seperti Marawi di belahan selatan Filipina. Mereka menyampaikan beberapa poin kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

“Kami mengeluarkan beberapa pernyataan sikap yang memuat penolakan terhadap gerakan terorisme di Indonesia,” kata Sugianto kepada Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat.

Resah atas Terorisme di Asia, Alumni Pesantren Ngalah Dukung PBNU Jaga NKRI (Sumber Gambar : Nu Online)
Resah atas Terorisme di Asia, Alumni Pesantren Ngalah Dukung PBNU Jaga NKRI (Sumber Gambar : Nu Online)

Resah atas Terorisme di Asia, Alumni Pesantren Ngalah Dukung PBNU Jaga NKRI

Kiai Said menyetujui sejumlah pandangan IKSAN Jabodetabek. Menurut Kang Said, penolakan atas paham dan gerakan teror tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. NU, pemerintah, alumni pesantren, dan unsur bangsa lainnya harus memiliki kesadaran yang sama atas kejahatan teror.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

“Kita tidak akan memusuhi orang yang tidak memusuhi kita. Kalau orang baik, maka kita akan berbuat baik kepada mereka,” kata Kiai Said.

Salah satu pernyataan mereka adalah dukungan mereka terhadap upaya dan langkah-langkah yang diambil PBNU dalam mempertahankan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

“Meskipun pernyataan kami adalah putusan PW IKSAN Jabodetabek, tetapi kami kami sudah melapor ke pengurus harian pusat IKSAN. Mereka pada prinsipnya setuju dengan pernyataan kami. Kami seolah mewakili pusat. Pengurus harian pusat IKSAN juga berkirim salah kepada Kiai Said,” kata Sugiarto. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Syariah, Berita, Quote Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Kamis, 28 Desember 2017

Madrasah harus Jadi Ujung Tombak Pesantren

Paiton, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Madrasah Aliyah Nurul Jadid Paiton Probolinggo mengadakan Lokakarya Pendidikan dengan tema “Upaya Berbenah diri Menyongsong Masa Depan yang Lebih Baik” pada hari Ahad (12/5) di Aula MA. Nurul Jadid Paiton Probolinggo, guna mereformulasi sistem pendidikan yang ada di Madrasah Aliyah Jurusan Program Keagamaan (MAPK).

Madrasah harus Jadi  Ujung Tombak Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)
Madrasah harus Jadi Ujung Tombak Pesantren (Sumber Gambar : Nu Online)

Madrasah harus Jadi Ujung Tombak Pesantren

KH Najiburrahman Wahid sebagai pengurus Yayasan PP. Nurul Jadid menyampaikan bahwa, kegiatan ini harus mampu memformulasikan Visi, Misi dan Kurikulum baru bagi Jurusan Program Keagamaan (MAPK), sehingga mampu menjawab tantangan globalisasi, amanat kurikulum 2013, dan tuntutan masyarakat selaku stake holder. 

“Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur kinerja yang telah dilakukan oleh Madrasah Aliyah Jurusan Program Keagamaan (MAPK), kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan program baru berdasarkan hasil evaluasi program yang telah dilakukan,” lanjutnya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

“MAPK ini didirikan oleh pengasuh dalam rangka tafaqquh fiddin, karena selama ini banyak madrasah yang hanya berorientasi pada pembelajaran materi umum saja, dan menomerduakan pelajaran agama, sehingga hal tersebut sudah keluar dari ‘ruh’ tujuan didirikannya madrasah. Oleh karena itu, sudah saatnya madrasah harus berbenah sesuai dengan komitmen awal pendiriannya,” Ungkap Ust. Zainul Arifin.

Sebagai mantan pendiri MAK Nurul Jadid, Ust H Moh Barzan Ahmadi menyampaikan bahwa “MAPK harus memiliki komitmen untuk menjadi ujung tombak pesantren dalam mencetak santri yang ahli dalam mengaji dan mengkaji kitab kuning serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari”

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Mengingat MAPK Nurul Jadid telah banyak melahirkan out put yang memiliki kapabilitas keilmuan, keterampilan dan berakhlakul karimah, sesuai dengan tujuan dari pendirian Jurusan Keagamaan di Kementrian Agama, maka lembaga ini harus terus dikembangkan dan dijadikan sebagai unggulan di madrasah ini, karena Kemenag telah mewajibkan seluruh Madrasah Aliyah Negeri untuk membuka jurusan ini,” ungkap ketua tanfidziyah MWC Paiton ini.

Redaktur    : Mukafi Niam

Kontributor: Hasan Baharun

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Berita, Aswaja Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sabtu, 23 Desember 2017

Pelajar NU Tumpang Krasak Adakan Maulid Perdana

Kudus, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Pengurus IPNU dan IPPNU Desa Tumpang Krasak Kecamatan Jati Kabupaten Kudus menyelenggarakan pengajian umum dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan maulid perdana yang diadakan pelajar NU setempat ini bertempat di Pertigaan Dukuh Krasak barat Pesantren Al-Ghuroba’, Sabtu (2/1).

Kepala Desa Tumpang Krasak Bambang Gunarjo mengatakan, inilah perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang pertama kali digelar IPNU-IPPNU Tumpang Krasak setelah beberapa waktu lalu pelantikan kepengurusannya. Inilah awal dari perjuangan dari rekan dan rekanita semua di Desa Tumpang Krasak. Karena, baru kali ini IPNU-IPPNU bisa hidup dan berkembang di Desa Tumpang Krasak.

Pelajar NU Tumpang Krasak Adakan Maulid Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)
Pelajar NU Tumpang Krasak Adakan Maulid Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)

Pelajar NU Tumpang Krasak Adakan Maulid Perdana

“Kami selaku pemerintah desa mengapresiasi dan selalu mendukung acara-acara yang diselenggarakan IPNU-IPPNU Tumpang Krasak sehingga IPNU-IPPNU Tumpang Krasak bisa selalu eksis dan memberikan contoh yang baik bagi pemuda-pemuda lain di Desa Tumpang Krasak,” ungkapnya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Ratusan rebana mengiringi Maulid Nabi Muhammad SAW. penabuh rebana adalah aktivis IPNU sekecamatan Jati dan santri Pesantren Al-Ghuroba’ dan tari sufi. Tampak hadir KH Ahmad Arwan dari Kudus yang memberikan taushiyah sebelum bacaan Maulid Nabi Muhammad SAW berlangsung.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Bambang berharap IPNU-IPNU Tumpang Krasak bisa selalu berkontribusi dan berkerja sama dengan pemerintah Desa Tumpang Krasak. (Dedi Hermanto/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Cerita, Berita Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock