Tampilkan postingan dengan label Fragmen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fragmen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Februari 2018

KMNU Unila Pertahankan Aswaja di Tengah Kehidupan Kampus

Bandar Lampung, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), fikrah tasamuhiyyah (pola pikir toleran), fikrah ishlahiyyah (pola pikir reformatif), fikrah tathawwuriyah (pola pikir dinamis), fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis) merupakan karakteristik Ahlussunnah wal Jama’ah Nahdlatul Ulama (NU) yang harus terus dijaga oleh warganya.

"Kita sebagai Nahdliyat harus sering bermuwajahah, tatap muka, sharing dan diskusi. Agar tetap dalam koridor Aswaja,” ujar Dewan Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Unila, Umi Nurhasanah, di Bandar Lampung, Selasa (8/11).

KMNU Unila Pertahankan Aswaja di Tengah Kehidupan Kampus (Sumber Gambar : Nu Online)
KMNU Unila Pertahankan Aswaja di Tengah Kehidupan Kampus (Sumber Gambar : Nu Online)

KMNU Unila Pertahankan Aswaja di Tengah Kehidupan Kampus

Menurut mahasiswi pendidikan biologi, FKIP angkatan 2013 itu, dengan adanya kegiatan kebersamaan semacam tersebut, diharapkan memberi dampak untuk mempertahankan akidah Ahlussunah wal jamaah di tengah-tengah kehidupan kampus.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

KMNU Universitas Lampung mengadakan pertemuan khusus Nahdliyat di pusat kegiatan mahasiswa atau beringin Unila.

Ia menjelaskan, Nahdliyat merupakan anggota KMNU Unila khusus putri. Dan untuk saat ini, anggota aktif mencapai kurang lebih 50 orang yang berasal dari berbagai jurusan di Universitas Lampung.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

“Anggotannya mulai dari angkatan 2013 sampai angkatan 2016. Namun anggota putri KMNU saat ini banyak yang luput dari perhatian, sehingga perlu sering tatap muka.

Hasil dari pertemuan itu, Nahdliyat KMNU Unila berencana mengadakan acara olahraga dan sarapan bersama pada Ahad (12/11) di lapangan rektorat.

"Semoga pertemuan selanjutnya lebih ramai. Walaupun kita minoritas, kita harus berkualitas," ujar salah satu anggota Nahdliyat, Maftuhatus Saadah. (Nuri Resti Chayyani/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Fragmen, Cerita, Ahlussunnah Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sabtu, 17 Februari 2018

LP Ma’arif NU Jatim Luncurkan Sekolah dan Madrasah Unggulan

Surabaya, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Menyambut tahun ajaran baru 2015/2016, PW Lembaga Pendidikan Maarif NU Jawa Timur menyelenggarakan grand launching 19 sekolah dan madrasah unggulan. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Hotel Utami Surabaya, Jumat (22/5).

Lembaga-lembaga pendidikan unggulan tersebut akan melengkapi sekolah dan madrasah unggulan yang telah ada sejak tahun 2003. Hal ini dilakukan sebagai tuntutan masyarakat NU yang merespon agar pendidkan berkulitas dapat semakin berkembang dan dikelola oleh LP Maarif NU.

LP Ma’arif NU Jatim Luncurkan Sekolah dan Madrasah Unggulan (Sumber Gambar : Nu Online)
LP Ma’arif NU Jatim Luncurkan Sekolah dan Madrasah Unggulan (Sumber Gambar : Nu Online)

LP Ma’arif NU Jatim Luncurkan Sekolah dan Madrasah Unggulan

"Apa yang kami lakukan sesuai dengan amanah Konferwil PWNU Jatim yang salah satunya menginginkan lembaga pendidikan Maarif memperbanyak lembaga pendidikan unggulan, agar kualitas pendidikan warga NU merata di semua daerah," kata Ali Mustofa, Sekretaris Progran Sekolah dan Madrasah Unggulan.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Acara ini mendapat sambutan luar biasa dari 42 PC LP Maarif NU seluruh Jawa Timur dan para tokoh pendidikan. Hadir diantaranya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur Dr H Saifullah Rahman dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ? Prof Dr H Muhammad Nuh.

Lembaga pendidikan yang di launching tersebut telah mendapat pendampingan dan pelatihan secara berkala dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Maarif Jawa Timur. Meski nantinya akan menjadi lembaga pendidikan unggul, konsep sebagai pendidikan bagi warga NU tetap diselenggarakan. "Hal itu seperti pengembangan mata pelajaran Aswaja dan Ke Nu an, budaya sekolah, pengelolaan madrasah sehat, dan lain sebagainya," kata Ali Mustofa.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sebagai mantan menteri, Muhammad Nuh mengemukakan bahwa warga NU perlu untuk menyongsong seratus tahun lahirnya organisasi ini dengan mengukir prestasi dan kualitas sumber daya manusia. "Salah satunya adalah mengarus utamakan pendidikan untuk mencetak kader bangsa yang sesuai dengan ruh NU," katanya.

Pola pengelolaan ini diharapkan nantinya sekolah dan madrasah tersebut nantinya dapat melakukan deseminasi program kepada lembaga di sekitarnya. Sebagai pengurus yang membidangi program ini, Dr Hj Hanun Asrochah, MA menjelaskan bahwa model pelatihan dan pendampingan sekolah dan madrasah unggul menggunakan konsep pelatihan dan monitoring atas perkembangan program unggulan di masing-masing sekolah dan madrasah yang telah ditunjuk. ?

"Rencana program sekolah dan madrasah unggulan ini akan dilaksnakan selama dua tahun dengan pendanaan enam puluh persen pihak sekolah dan empat puluh persen dari keuangan Maarif Jatim," pungkasnya. (Syaifullah/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Hadits, Fragmen, Kajian Islam Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sabtu, 03 Februari 2018

Rekatkan Persaudaraan, Banser NU-Kokam Muhammadiyah Adakan Apel Kebangsaan

Jakarta, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Demi merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjaga Bumi Pertiwi, Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda (Kokam) Muhammadiyah akan menggelar Apel Kebangsaan Kebangsaan Pemuda Muslim Indonesia. Kegiatan dilaksanakan pada Sabtu (16/12) di Pelataran Candi Prambanan, Yogyakarta. 

Menpora Imam Nahrawi memberikan apresiasi atas prakarsa dua sayap pemuda ormas terbesar ini.  

Rekatkan Persaudaraan, Banser NU-Kokam Muhammadiyah Adakan Apel Kebangsaan (Sumber Gambar : Nu Online)
Rekatkan Persaudaraan, Banser NU-Kokam Muhammadiyah Adakan Apel Kebangsaan (Sumber Gambar : Nu Online)

Rekatkan Persaudaraan, Banser NU-Kokam Muhammadiyah Adakan Apel Kebangsaan

"Kegiatan ini diharapkan menjadi wadah bagi pemuda tanah air yang berani bersatu menatap keutuhan NKRI dalam bingkai ragam agama, budaya, etnis karena ini adalah kekayaan bangsa Indonesia," harap Imam saat menggelar jumpa pers bersama Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Danil Azhar dan  Wakil Ketua Pemuda Ansor Hasan Basri Sagala di Kantor Kemenpora, Rabu (13/12).

Acara ini diikuti oleh 20.000 anggota Banser dan Kokam. Selain apel kebangsaan, pada acara yang mengangkat tema Pemuda Hebat Jaga Bumi ini juga ada beberapa kegiatan lain seperti olahraga, pelepasan pemuda tanggap bencana, gerakan menanam pohon.

"Semoga inisiasi silaturahim ini sebagai upaya mendorong adanya ikatan hati dan membangun pemahaman bersama di antara pemuda Islam tanah air berjalan baik sebagai jawaban atas ujaran kebencian, saling hujat yang ada dan menggembirakan perbedaan untuk menyatukan," ujar Dahnil Anzar, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah. 

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

 

Sementara itu Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama Hasan Sagala menyampaikan, GP Ansor selalu mendukung Kemenpora dalam rangka menyatukan seluruh pemuda Indonesia.

"Dengan adanya Apel Banser dan Kokam ini sangat menginspirasi dan menyampaikan pesan sejuk pada kedamaian bangsa Indonesia khususnya dan seluruh umat Islam sedunia pada umumnya," tambah Hasan Sagala.

 

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Acara yang akan dihadiri Presiden RI Joko Widodo ini didukung dan difasilitasi oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora RI. Sebelumnya, Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora, Asrorun Niam Sholeh melangsungkan rapat koordinasi di Istana Kepresidenan untuk mempersiapkan rangkaian acara dengan protokol Presiden.  

Niam menjelaskan,  Kemenpora terus mendorong ikhtiar nyata untuk mewujudkan kebersamaan dan ukhuwah. Kegiatan ini sebagai wujud nyata upaya merajut tali persaudaraan kebangsaan.

"Ukhuwah Islamiyah dan kerukunan intern umat termanifestasi dalam kebersamaan pemuda NU dan Muhammadiyah sebagai elemen terbesar bangsa. Tempat di Prambanan sebagai manifestasi kerukunan antarumat beragama, dan kehadiran Presiden sebagai simbol kerukunan umat beragama dengan Pemerintah," ujar mantan aktivis 98 ini. (Red: Kendi Setiawan)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Fragmen Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Rabu, 31 Januari 2018

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya

Oleh Hairus Salim HS

Tak banyak yang mengetahui, dan dari yang mengetahui, tak banyak yang menyadari, organisasi Islam NU (Nahdlatul Ulama) didirikan di antaranya karena perkara yang berkaitan dengan diberangusnya apa yang sekarang disebut sebagai ‘pusaka budaya’ (cultural heritage). Tentu saja, tahun 1926, tahun berdirinya NU, konsepsi ini belum dikenal dan keprihatinan terhadap ‘pusaka budaya’ itu masih terbatas dalam bingkai keagamaan.

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya (Sumber Gambar : Nu Online)

Pesantren, NU, dan Pusaka Budaya

Sekarang penting menyegarkan kembali ingatan ini karena, kemunculan gerakan-gerakan Islam garis keras di dalam dua dekade terakhir ini–sejak Taliban hingga ISIS—selalu diwarnai dan diiringi dengan aksi-aksi penghancuran bangunan-bangunan pusakabudaya, baik dari peninggalan peradaban Islam sendiri maupun luar Islam. Sebagai contoh terkenal adalahketika kelompok Taliban menguasai Afghanistan pada awal tahun 2000an, atas fatwa Mullah Mohamad Omar, mereka menghancurkan dua patung Budha Bamiyan, masing-masing tingginya 53 meter dan 38 meter, karena dianggap sebagai simbol paganisme. Akibat pandangan teologis yang sempit tersebut, pusaka dunia yang berusia 2000an tahun itu sirna, dan jejak sejarah peradaban masyarakat, dikubur begitu saja.

Baru-baru ini, tak lama setelah Presiden Irak mengumumkan keberhasilan menguasai kembali Mosul –kota kedua terbesar di Irak—dari penguasaan ISIS, ASOR CHI, lembaga yang perhatian pada masalah pusaka budaya, melaporkan pengrusakan dan kerusakan puluhan situs pusaka budaya. Pada 12 Juli 2017, mereka telah melaporkan 87 insiden pengrusakan pusaka agama termasuk masjid (47 insiden), gereja (26 insiden), tempat suci (10 insiden), dan pemakaman (4 insiden). Mereka juga mendokumentasikan 27 insiden pengrusakan situs arkeologi, termasuk 24 di Niniwe dan satu di Bashtapia, Qara Serai, dan Deir Mar Elia. Secara keseluruhan, ASOR CHI telah mencatat kerusakan 102 situs di Mosul.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sikap reaksioner ini ternyata tidak ditujukan kepada pusaka budaya di luar Islam saja. Di Libya, tak lama setelah jatuhnya rezim Moamar Khadafy dan suasana masih dalam transisi, kelompok-kelompok Salafi radikal menghancurkan makam tokoh sufi Abdullah al-Sha’ab dan makam sekitar 50 sufi di kompleks Masjid al-Sha’ab tersebut. Selain itu, di lain tempat, mereka juga meluluhlantakkan makam Abdel Salam al-Asmar di komplek Masjis al-Asmar. Menurut kabar, kelompok salafi ini juga sempat hendak menghancurkan makam-makam sufi lainnya di Mesir dan Mali. Mereka menganggap makam tersebut menjadi tempat pemujaan yang dilarang keras oleh Islam.

Bukan mustahil, beriring penyebaran kelompok ini, maka sejumlah pusaka budaya di Indonesia juga akan ada dalam ancaman. Karena itu, penting jika masalah pusaka budaya ini kembali dibicarakan. Kali ini bukan semata-mata sebagai masalah keagamaan, tapi juga masalah kebudayaan dan peradaban, dengan mempertimbangkan kedudukan NU, kelompok Islam terbesar di Nusantara, yang ajaran dan sejarahnya memiliki potensi dalam pemeliharaan pusaka budaya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Kilas Balik

Tahun Oktober 1924, Abdul Aziz Bin Sa’ud yang berorientasi dan didukung oleh ulama Wahabi merebut kawasan Hijaz dari tangan Syarif Husein, yang menguasai sejak runtuhnya Daulah Islamiyyah di bawah kekuasaan Turki Usmani tahun 1916. Segera sesudah itu, wilayah yang membawahi dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah, sesuai dengan paham Wahabi, dibersihkan dari unsur-unsur yang dianggap sebagai bid’ah (heretic) dan kemusyrikan. Makam-makam para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad, yang berusia berabad-abad, di dalam dan di sekitar kota Mekkah dihancurkan dan diratakan karena dianggap sebagai pusat kemusyrikan. Ibadah-ibadah keagamaan yang bersifat perayaan dan festival dilarang dipraktikkan.

Kebijakan politik dan budaya rezim Sa’udini mengundang reaksi dari para ulama di Nusantara. K.H. Wahab Chasbullah dan beberapa ulama lain,meminta agar utusan Hindia-Belanda dalam Kongres Mekkah Tahun 1926, yang digelar Ibnu Sa’ud untuk mendukung legitimasinya sebagai penguasa Mekkah, memintajaminan Ibnu Sa’ud untuk menghormati mazhab Syafi’i dan bersikap toleran terhadap praktek keagamaan tradisional, tarekat dan ziarah. Tetapi rupanya delegasi Hindia-Belanda yang dipilih dalam Kongres Umat Islam V (Februari 1926), yakni Cokroaminoto (SI) dan Mas Mansoer (Muhammadiyah) tidak memenuhi permintaan ini.

Karena itu, Kiai Wahab, juru bicara paling vokal dari kiai pesantren ini mendorong para ulama terkemuka dari Jawa Timur khususnya untuk membentuk delegasi sendiri. Terbentuklah ‘Komite Hijaz’, mengacu ke nama kawasan yang kemudian diubah menjadi ‘Saudi’. Untuk lebih memperkuat tekanan, komite ini kemudian mengubah diri menjadi sebuah organisasi bernama ‘Nahdlatoel Oelama’ (Kebangkitan Para Ulama). Delegasi ini kemudian berangkat sendiri ke Mekkah untuk menemui Ibnu Sa’ud. Peristiwa pembentukan Komite Hijaz itu berlangsung pada 31 Januari 1926, yang kini menjadi acuan hari lahir NU.

Dalam opininya “The Destruction of Mecca” di New York Times tahun 2014 lalu, Ziauddin Sardar, cendikiawan Pakistan, redaktur Critical Muslim dan penulis buku “Mecca: The Sacred City”mengeluhkan orientasi pembangunan fasilitas-fasilitas untuk jamaah haji di Mekkah yang beringas padapusaka budaya dan lapar dahaga pada keuntungan semata. Sebagai contoh, menara jam raksasa (Makkah Clock Royal Tower)dengan tinggi 601 meter yang selesai dibangun pada 2012, menurut Sardar, didirikan di atas sekitar 400 situs makam yang memiliki nilai budaya dan sejarah, termasuk beberapa bangunan tua yang berusia berabad-abad. Benteng Ajyad, yang dibangun sekitar tahun 1780, untuk melindungi Mekkah dari serangan bandit dan penjarah kini jadi komplek gedung pencakar langit. Sedangkan rumah Siti Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad, telah berubah menjadi toilet dan di atas rumah Abu Bakar, sahabat terdekat nabi dan khalifah pertama, berdiri Hotel Hilton.

Kecenderungan ini, menurut Sardar, berlangsung sejak pertengahan tahun 1970an. Namun jelas titik mangsa yang ditetapkannya itu meleset, dan sejauh kasus dan motif budaya-keagamaan pendirian NU menunjukkan, kecenderungan itu telah berlangsung sejak awal kehadiran rezim Sa’ud dan terus berlangsung hingga kini.

Dengan demikian, pemberangusan terhadap pusaka budaya di dunia Islam berlangsung dalam dua bentuk: pertama, yang ‘resmi’, atas nama pembangunan seperti yang dipraktikkan pemerintah Saudi, dan mungkin banyak pemerintahan di dunia Islam lainnya, hanya tidak terpantau dunia internasional. Kedua, yang ‘ganas’ seperti dijalankan oleh kelompok-kelompok seperti ISIS, atas nama pemberantasan bid’ah dan kemusyrikan. Namun keduanya sama dalam semangat maupun akibatnya, kebencian dan kehancuran pusaka-pusaka budaya.



NU dan Pusaka Budaya


Dengan latar belakang itu, tentu tak perlu dipertanyakan lagi bagaimana perhatian NU pada pusaka budaya. Jelas sekali, berseberangan dengan kalangan Muslim yang berorientasi Wahabi, NU sebagai varian lain dari Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja)merupakan pendukung utama pemeliharaan pusaka budaya ini. Bahkan hal ini bisa dikatakan merupakan bagian inheren dari ajarannya.

Pusaka budaya di sini tentu bukan hanya merujuk pada yang fisik dan berwujud tersebut (tangible heritage), tapi juga pada nilai, ajaran dan pandangan (intangible heritage). UNESCO mengartikan cultural heritage sebagai: artefak-artefak fisik dan atribut tak berwujud dari kelompok atau masyarakat yang diwarisi dari generasi masa lalu, dipertahankan pada masa sekarang dan didedikasikan untuk kepentingan generasi masa depan.

Sudah umum diketahui bagaimana pengalaman kesejarahan dan pengetahuan sosial-keagamaan yang dibentuk sejak awal Islam, seperti tertera kemudian dalam khazanah ‘kitab-kitab kuning’ dari manca negara maupun Nusantara, hingga kini merupakan pusaka budaya yang terus dipelajari, diolah, dan pada saat yang sama akan selalu diperkaya untuk menjadi acuan oleh kalangan warga NU. Kekayaan pusaka budaya bisa menjadi modal sosial bagi perencanaan sosial di masa depan. Di dalam visi yang menghormat pada pusaka masa lalu, terdapat misi untuk membangun masa depan. Kedewasaan pandangan dalam melihatpermasalahan masa kini dan sekaligus pada masa depan pada hakikatnya dipandu oleh kearifan pengetahuan pada masa lalu.

Bisa dikatakan bahwa NU –bersama organisasi-organisasi sehaluannya seperti Nahdlatul Watan (NW) di NTB, Al-Wasliyah dan Perti di Sumatera, Al-Khairat di Palu atau DDI (Darud Dakwah wal Islam) di Sulawesi, untuk menyebut beberapa adalah benteng utama pemelihara dan pelestari pusaka-pusaka budaya. Tidak aneh, kalau mereka disebut sebagai organisasi ‘islam tradisi’, karena begitu besar penghormatan pada tradisi. Di dalam penghormatan pada tradisi itulah, terbangun sikap kosmopolitan, yang sama sekali lain dari dan bukan sikap ‘tradisional’, seperti yang selama ini secara pejoratif dilekatkan pada mereka.

Setidaknya ada tiga ajaran di dalam lingkungan pesantren dan NU ini yang memiliki dampak tidak langsung pada pemeliharaan pusaka budaya. Artinya, ajaran itu sendiri dihadirkan bukan untuk tujuan pemeliharaan pusaka budaya, tetapi dampak dan pengaruhnya secara tidak langsung membawa pada pemeliharaan dan pelestarian pusaka budaya.

Pertama, adanya ajaran ‘sunnah’-nya ziarah kubur. Berbeda dengan kalangan Islam puritan, NU sudah terkenal meyakini pentingnya secara spiritual melakukan ziarah kubur, baik ke makam orang tua, saudara, dan tak terkecuali para ulama dan pemimpin. Selain dimaksudkan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, ziarah diyakini akan melemaskan dan mencairkan hati, karena ziarah akan mengingatkan orang pada kematian, pada keterbatasan, pada kesadaran bahwa akhirnya orang akan meninggalkan dunia yang fana ini juga.

Ajaran ini bertemu dengan keyakinan pada ‘karomahwali’, seorang yang dianggap suci, yang berkah kesuciannya terus mengalir dan memancar. Penghormatan kepada para orang suci ini diwujudkan di antaranya dengan menziarahi makamnya. Tak usah disangsikan lagi bertahan dan lestarinya makam-makam para wali baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan lain-lain disebabkan karena adanya ajaran keyakinan pada orang suci dan tradisi ziarah kubur ini. Situs-situs ziarah ini menjadi ‘living heritage’ yang diwarisi dari generasi ke generasi. Hampir tak perlu lagi ada semacam ceramah pentingnya menjaga ‘pusaka budaya’ karena situs-situs ini dijaga dan dipelihara oleh ajaran yang telah melekat dan membentuk pandangan kosmologi mereka.

Kepercayaan ini sendiri berjumpa dengan tradisi-tradisi lokal pada penghormatan terhadap leluhur di berbagai suku di Nusantara. Di Jawa misalnya, kebiasaan ziarah ke makam leluhur ini membentuk tradisi ‘nyekar’ dan ‘nyadran’ dengan berbagai perniknya. Nilai tradisi ini jadi berlipat ganda, karena bukan saja di sana ada yang disebut sebagai ‘pusaka budaya benda,’ tapi juga mencakup di dalamnya ‘pusaka budaya tak benda.’ Tak aneh, kalau kita membuka Ensiklopedi NU (2013), kita akan berjumpa dengan lema ‘ziarah kubur’ dan ‘Nyekar’/‘Nyadran’ ini. Keduanya dianggap sebagai bagian dari tradisi penting di dalam NU.

Pemeliharaan terhadap makam-makam ini akan selalu diiringi dengan pemeliharaan terhadap masjid atau musala yang biasanya ada di sebelah kompleks makam tersebut. Makam dan masjid, atau masjid dan makam, umumnya berada dalam satu kesatuan kompleks bangunan yang tak terpisahkan. Makam Sunan Kudus menyatu dengan masjid Sunan Kudus yang terkenal tersebut, untuk menyebut satu contoh saja.

Barangkali yang penting disadari juga adalah kelenturan arti ‘makam’ itu sendiri. Makam pada kenyataannya tidak selalu merujuk pada ada sosok ‘tokoh’ yang bersemayam di dalamnya. ‘Makam’ bisa juga bermakna suatu benda atau artefaks yang pernah digunakan dan ditinggalkan sang tokoh suci tersebut. Makam Syekh Yusuf di Makassar misalnya menurut beberapa pendapat hanyalah sorbannya saja, karena makamnya yang sebenarnya ada di Cafe Town, Afrika Selatan. Kalau kita berziarah ke kompleks Makam Sunan Ampel, maka kita akan menjumpai di sana sebuah situs bertuliskan ‘Makam Sunan Kalijaga’. Diyakini bahwa itu adalah bekas petilasan Sunan Kalijaga, dan bukan makam Sunan Kalijaga dalam pengertian jasadnya. Di perbatasan antara Tuban dan Rembang ada kampung bernama Bonang, karena di situ diyakini ada ‘makam Sunan Bonang’ yang terus diziarahi. Tapi yang dimaksud adalah petilasan Sunan Bonang. Mungkin tak aneh dengan konsepsi ini, kadang ada lima makam seorang tokoh, seperti makam Syekh Yusuf yang ada di Banten, Sumenep, Srilangka, Afrika Selatan dan Makassar sendiri.

Kedua, ajaran mengenai wakaf.Wakaf adalah bentuk derma di dalam tradisi Islam, entah berupa tanah untuk masjid, pemakaman, sekolah, perkebunan dan lain-lain, atau bangunan yang berdiri di atas sebuah tanah, yang digunakan untuk kepentingan publik. Masjid, pemakaman, sekolah, panti asuhan, bendungan, taman dan lain-lain banyak berasal dari wakaf masyarakat, baik individual maupun bersama-sama. Wakaf adalah tradisi yang tua, yang mengiringi perkembangan peradaban Islam.

Diyakini bahwa orang yang memberikan wakaf akan beroleh ganjalan pahala yang besar yang terus mengalir sepanjang wanah dan bangunan wakaf tersebut terus digunakan. Masalah fiqih keagamaan muncul berkaitan dengan pendapat bagaimana kalau bangunan wakaf tersebut –entah berupa masjid, sekolah, gedung pertemuan, dan lain-lain—sudah tidak fungsional atau hancur digantikan dengan yang baru? Sebagian ulama berpendapat bahwa ganjaran pahala wakaf tersebut sudah tidak mengalir lagi. Dalam hal inilah, untuk menghormati jasa para penderma wakaf tersebut, tidak mudah dan gampang bagi sejumlah kalangan untuk menghancurkan bangunan yang berasal dari wakaf dan menggantinya dengan yang baru. Kalaupun perombakan akhirnya harus dilakukan karena alasan fungsi, misal karena perlu perluasan atau karena sudah tidak fungsional lagi, maka biasanya akan selalu ada bagian yang disisakan.

Hipotesis saya alasan seperti inilah di antaranya yang melatarbelakangi mengapa misal masjid peninggalan Kiai Wahab Chasbullah yang berdiri persis di depan ramah beliau masih tegak hingga kini. Demikian juga dengan sejumlah masjid lama di beberapa pesantren seperti di Pesantren Buntet, Cirebon.

Kasus yang menarik mungkin di Pesantren Tebuireng, Jombang. Jika Anda berkunjung ke pesantren ini dan mampir ke masjidnya, mungkin Anda akan heran karena di dalamnya ada musala kecil. Musala kecil itu adalah peninggalan Kiai Hasyim Asy’ari, yang dibangun beriringan dengan pendirian pesantren legendaris ini. Musala itu tidak dihancurkan ketika terjadi perluasan masjid dan dibiarkan utuh, mungkin di antaranya karena alasan wakaf ini sekaligus tentu saja sebagai takzim kepada Hadratussyaikh Hasyim As’ayri. Pola-pola seperti bisa kita saksikan di banyak tempat, misal dengan menyisakan mimbar atau pintu gerbangnya. Paling terkenal tentu Masjid Menara Kudus, yang menyisakan beberapa pintu gerbang lamanya.

Ketiga, ajaran tasawuf. Tak bisa disangsikan lagi tasawuf sebagai ajaran Islam memiliki pengaruh yang luas dan mendalam. Sebagai suatu ajaran esoteris, ia lebih perhatian pada isi daripada bungkus. Dengan pemahaman ini, ia bisa bertemu dan menerima kehadiran yang lain.

“Jiwaku terbuka bagi setiap bentuk, ia bagaikan padang rumput bagi kijang-kijang, sebuah biara bagi rahib-rahib Kristen, kuil bagi berhala-berhala, Ka’bah bagi orang yang menunaikan ibadah haji, meja bagi Taurat dan Quran. Aku menganut Agama Cinta. Kemana pun arah yang dituju oleh kafilah-Nya agama Cinta adalah agamaku dan keyakinanku,” demikian syair sufi Muhyiddin ibn Arabi, yang meringkas dengan baik bagaimana ajaran tasawuf tersebut.

Di kalangan pesantren dan NU, tasawuf menduduki tempat yang tinggi. Para guru sufi mendapat tempat yang terhormat dan memiliki pengaruh keagamaan yang besar melalui kelompok-kelompok tarekat. Sudah barang tentu tasawuf ini –baik tasawuf akhlaki maupun falsafi-- membentuk pandangandunia mereka, termasuk pada apa yang disebut sebagai bangunan ‘warisan budaya.’

Dikaitkan dengan ‘bangunan’, maka ia adaptif dan bisa menerima bentuk apapun. Yang penting baginya isi dan substansinya menuju dan menghormat pada yang ilahiyah. Dengan pandangan ini, maka bentuk-bentuk yang secara arsitektural bukan bagian dari tradisi Islam, bisa diterima dan dibiarkan tumbuh sebagaimana adanya. Barangkali karena pemahaman sufistik ini, maka pemakaman-pemakaman seperti Sendang Dhuwur di Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Pemakaman Sunan Bayat di Klaten, dan berbagai makam wali dengan pola ruang dan arsitektural Hindu, masih lestari hingga kini.

Kritik

Apakah ajaran ini dengan sendirinya mendukung pelestarian pusaka budaya tersebut? Jawabnya ya, sejauh secara fisik bangunan makam-makam dan masjid-masjid para ulama dan wali yang usianya ratusan tahun itu masih berdiri dengan tegak.

Tetapi jika kita telusuri lebih lanjut, mungkin jawabnya tidak seluruhnya ‘ya’. Makam-makam dan masjid-masjid tua itu memang masih ada dan masih diziarahi ribuan orang. Kendati demikian, karena hanya menekankan fungsi dan terbatasnya perhatian pada nilai ekstrinsiknya, maka banyak dari makam-makam itu tidak memiliki nilai pusaka budaya secara ekstrinsik. Sebagian besar bangunan pusaka budaya itu telah dipugar dan pemugaran ini ‘terkesan’ banyak mengabaikan prinsip-prinsip pelestarian. Jika kita datang berziarah ke makam Sunan Kalijaga (Kadilangu Jawa Tengah), Syekh Burhanuddin Ulakan (Pariaman, Sumbar), atau Syekh Arsyad Banjar (Martapura, Kalsel), untuk menyebut beberapa contoh, kita memang sedang berada di sebuah makam tokoh yang hidup ratusan tahun lalu dan ajarannya masih diikuti hingga kini. Kendati demikian, secara fisik kita berada di dalam bangunan yang baru berdiri 10-20 tahun lalu, karena misalnya menyoloknya keramik-keramik model baru sebagai bagian dari pemugaran tersebut. Atau berubahnya unsur bangunan masa lalu dan menghilangnya jejak sang tokoh di dalamnya.

Pemeliharaan pusaka budaya memiliki prinsip dasar dan umum, yaitu sebisa mungkin mempertahankan bentuk dan bahan awalnya. Penggantian dengan alasan bentuk dan bahan sudah ketinggalan zaman, karena itu dicari bentuk dan model yang baru, bertentangan dengan prinsip ini.

Cukup jelas, secara teologis, ajaran Aswaja pesantren dan NU mendorong dan menyokong pemeliharaan dan pelestarian pusaka budaya. Tentu saja nilai yang sangat berharga ini akan lebih lengkap jika disertai kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya juga menjaga dan memelihara secara fisik bangunan pusaka budaya tersebut.

Sebagai catatan akhir, tulisan ini lebih melihat Islam –yang diwakili oleh NU di sini—dan hubungannya dengan pusaka budaya dari lingkaran Islam sendiri. Lalu bagaimana dengan pusaka budaya dari tradisi-tradisi agama lain? Kita akan bahas hal ini dalam tulisan yang lain.

Penulis adalah peneliti di LIKE-Indonesia (Lumbung Informasi Kebudayaan-Indonesia), Yogyakarta

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Berita, Fragmen Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Jumat, 19 Januari 2018

2014, Majalah Aula Targetkan Oplah 20 Ribu

Surabaya, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Sebagai media cetak Nahdlatul Ulama, majalah Aula siap menghadapi tahun 2014 dengan penuh optimisme. Bahkan diharapkan tahun depan akan ada peningkatan signifikan dari oplah dan sejumlah pendapatan.

Tekad itu mengemuka para rapat gabungan perusahaan yang diselenggarakan di kantor Majalah Aula jalan Masjid al-Akbar Timur no 9 Surabaya Jawa Timur.

2014, Majalah Aula Targetkan Oplah 20 Ribu (Sumber Gambar : Nu Online)
2014, Majalah Aula Targetkan Oplah 20 Ribu (Sumber Gambar : Nu Online)

2014, Majalah Aula Targetkan Oplah 20 Ribu

"Dengan perubahan menjadi PT Aula Media NU, maka hal mendesak yang harus dilakukan adalah kerja profesional," kata H Abdul Wahid Asa (28/12).

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Dikatakannya, profesionalitas itu memiliki indikasi pada kinerja dan proyeksi media dari waktu ke waktu. "Karena itu semua pihak harus belajar agar bisa memiliki pola fikir dan kinerja yang profesional," tandas Ketua Dewan Pakar Majalah Aula ini.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Menghadapi tahun 2014, Majalah Aula telah menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan atau RKAP. "Diantara yang ingin diraih adalah peningkatan oplah majalah menjadi dua puluh ribu eksemplar," kata Trisnohadi.

Bapak yang dipercaya sebagai manager keuangan ini teklah menghitung dengan cermat penambahan oplah itu dari yang semulka masih sekitar lima belas ribu eksemplar.

"Tentu saja peningkatan oplah ini harus diimbangi dengan strategi pemasaran dan konten tulisan serta perwajahan yang lebih baik," ungkap Tris, sapaan kesehariannya.

Pada saat yang sama, jumlah iklan di media yang telah berusia 35 tahun ini juga harus ada pencapaian. "Peningkatan iklan yang akan dimuat majalah Aula setiap penerbitan ditetapkan sebanyak dua belas halaman," ungkapnya.

Dengan proyeksi ini, tentu saja akan banyak hal yang harus dilakukan baik di tingkatan marketing dan sirkulasi serta redaksi.

"Kita berharap semua pihak bersinergi untuk meraih angka tersebut," terangnya. Tris masih optimis bahwa andai pangsa pasar yang ada digarap secara serius, peluang penambahan omset dan jumlah pelanggan bisa diraih.

Untuk mendongkrak itu, sejumlah event akan selalu diselenggarakan baik pada mementum hari besar agama maupun kegiatan lain.

"Kita telah mempersiapkan momentum maulid, pameran umrah dan haji, pemilihan putri hijab, bazar Ramadhan, bazar Muharram serta pameran pendidikan muslim untuk mendukung peningkatan oplah dan pemasukan bagi perusahaan," ungkapnya.

Diharapkan dengan sejumlah kiat dan tentunya berbagai kreasi baik dari pihak pemasaran dan redaksi, maka proyeksi itu dapat terlampaui. "Tapi saya optimis dalam bulan keempat di tahun 2014 nanti, proyeksi itu akan terlampaui," sergahnya. "Namun itu semua sangat bergantung kepada kekompakan semua kru majalah," pungkasnya. (Syaifullah/Anam)

2014, Aula Targetkan Oplah 20 Ribu

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat AlaSantri, Kajian Sunnah, Fragmen Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Rabu, 17 Januari 2018

Kiai Kampung se-‘Supagobang’ Bakal Disatukan

Pasuruan, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Bak gayung bersambut, silaturahim kiai kampung yang digagas mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mulai menggejala di Pasuruan, Jawa Timur. Kalangan ulama muda, berencana menyatukan wadah kiai kampung di empat wilayah Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, dan Bangkalan (Supagobang).

Mereka optimis sedikitnya 5 ribu kiai kampung ikut bergabung dalam wadah baru itu. “Kami sepakat dengan Gus Dur, bila selama ini aspirasi kiai kampung terkebiri. Ibaratnya mereka bukan kiai terkenal, dan beken, sehingga pendapat mereka hampir tidak terdengar. Dengan wadah khusus, kami berharap kondisi ini bisa berubah,” kata Gus Fauzi, Pengasuh Ponpes Raodlotul Hasanah Tembokrejo, Pasuruan, Kamis (22/2) kemarin.

Kiai Kampung se-‘Supagobang’ Bakal Disatukan (Sumber Gambar : Nu Online)
Kiai Kampung se-‘Supagobang’ Bakal Disatukan (Sumber Gambar : Nu Online)

Kiai Kampung se-‘Supagobang’ Bakal Disatukan

Untuk rencana deklarasi wadah yang diberi nama Forum Silaturahim Kiai Kampung (Fosikk) Supagobang ini mereka sepakat membentuk tim khusus. Tugasnya, menyebarkan sosialisasi tentang rencana berdirinya wadah baru tersebut.

Menurut Gus Fauzi yang dipilih sebagai ketua panitia deklarasi Fosikk Supagobang, wadah baru itu akan menjadi tempat berdiskusi para kiai kampung. Mulai dari ustadz pemimpin tahlil, guru mengaji di mushala, sampai para penghulu di desa-desa (modin).

“Mereka diberi keleluasan bergabung dengan Fosikk Supagobang. Nantinya akan ada pertemuan rutin untuk sebuah dialog interaktif tentang berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat. Di wadah baru ini, suara mereka akan didengar, bahkan menjadi penentu setiap kebijakan,” terang Gus Fauzi.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sementara, Gus Huda, pengasuh Pengajian Noto Ati Pesanggrahan Bangil, mengaku sudah menyebarkan undangan dalam jumlah besar. Selama deklarasi berlangsung yang diundang baru sebatas delegasi kiai kampung di 4 wilayah Supagobang.

“Kami masih menyebutnya sebagai deklarasi awal, sekedar untuk memantapkan pendirian Fosikk Supagobang. Setelah ini, secara bertahap kami juga akan menyiapkan deklarasi akbar. Tentu saja undangannya dalam jumlah besar. Bahkan kami berniat mendatangkan Gus Dur untuk memantapkan semangat terbentuknya Fosikk Supagobang,” terang Gus Huda, yang juga sekretaris panitia ini.

Tentang berapa jumlah anggota Fosikk Supagobang, Gus Huda meyakini ada 5 ribu orang yang bakal bergabung. Keyakinan ini dipicu oleh lingkup keanggotaan Fosikk Supagobang yang lebih luas dibanding organisasi sejenis lainnya. (gpa/sam)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Fragmen, Kyai Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Sabtu, 06 Januari 2018

PMII Fakultas Hukum Untan Pontianak Gelar RTAR Perdana

Pontianak, Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Puluhan kader PMII Rayon Fakultas Hukum Komisariat Universitas Tanjung Pura (Untan) Pontianak selenggarakan Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR) pertama, Sabtu (21/3) lalu bertempat di ruang sidang Fakultas Hukum Untan. Hadir dalam acara pembukaan RTAR, Hesty Suhesty senior PMII hukum, sahabat Hadrawi (Mabinas PMII), Ketua PC PMII Kota Pontianak, dan Ketua Komisariat PMII Untan.

Dalam sambutannya, sahabat Irwansyah selaku ketua panitia menyampaikan, bahwa kegiatan ini mengambil tema “Membentuk Karakter dengan Kinerja Positif dalam Berorganisasi”, selain itu kegiatan ini juga dirangkai dengan TalkShow tentang “Mahasiswa Mengawal Otonomi Desa”.

PMII Fakultas Hukum Untan Pontianak Gelar RTAR Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)
PMII Fakultas Hukum Untan Pontianak Gelar RTAR Perdana (Sumber Gambar : Nu Online)

PMII Fakultas Hukum Untan Pontianak Gelar RTAR Perdana

Kemudian dalam kesempatan yang sama pula, Ketua Komisariat Untan, Mulyadi memaparkan bahwa rayon hukum merupakan rayon kedua yang terbentuk di Komisariat Untan setelah rayon FISIP. Terbentuknya rayon ini sebenarnya berawal dari semangat kader-kader PMII Fakultas Hukum yang berkeinginan untuk membentuk rayon di awal November 2014 lalu.?

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Kemudian lanjut Mulyadi, pembentukan rayon-rayon di Untan sebagai basis kampus umum tidak cukup hanya sebatas formalitas belaka, hadirnya rayon-rayon ini menurutnya, sebagai perpanjang tangan komisariat dalam melakukan proses kaderisasi di tingkat Fakultas, serta mengenalkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah.?

“Apalagi kampus Untan merupakan kampus umum, jangan sampai kampus ini menjadi sarang timbulnya paham Islam radikal semisal ISIS,” ujarnya.

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Dalam RTAR kali ini, Miftahul Akhyar terpilih sebagai Ketua Rayon Fakultas Hukum UNTAN masa khidmat 2015-2016. (Ahmad Fauzi Muliji/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat Fragmen Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Nahimunkar: Berita Islam & Aliran Sesat dengan nyaman.

Jika anda tidak ingin mendisable AdBlock, silahkan klik LANJUTKAN


Nonaktifkan Adblock